
Lilin Hias Ramah Lingkungan dari Bojonggede Mendunia

Bogor – Siapa sangka, UMKM lilin hias dari Bojonggede, Kabupaten Bogor, laku dibeli orang dari luar negeri. Produk mereka ternyata dari bahan organik yang ramah lingkungan.
Itulah keistimewaan UMKM lilin hias Jakarta Candle milik pasangan Dhanu Trapsilo (45) dan Yulianah (46) di Desa Waringin Jaya, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor. Mereka memproduksi lilin hias untuk pajangan, dekorasi wedding, aksesoris di toko bunga ataupun lilin untuk keperluan yoga dan meditasi.
Jakarta Candle bukan satu-satunya UMKM lilin hias, namun ada yang membuat mereka spesial. Kepada detikFinance, Yulianah mengatakan produk mereka menggunakan bahan organik yang ramah lingkungan. Jika lilin pada umumnya memakai parafin, Jakarta Candle memakai palm wax dari kelapa sawit yang merupakan limbah pabrik minyak goreng, ada juga coconut wax dari kelapa.
Selain itu ada bees wax dari sarang lebah yang berasal dari hutan Ujungkulon dan Riau yang produk turunannya bisa jadi semir furnitur atau jaket kulit. Sebelumnya, sarang lebah disia-siakan dan hanya madunya yang diambil. Kini pencari madu bisa menjual sarang lebahnya kepada Jakarta Candle. Pihak Jakarta Candle membeli kiloan bees wax yang sudah rapi dibentuk persegi.
“Dulunya dibuang sama mereka karena nggak ngerti mau diolah buat apa. Bees wax ini paling bagus karena nggak ada campuran, jadi untuk membersihkan udara di ruangan. Pembakaran juga lebih berat jadi habisnya lebih lama, jadi dipakai untuk lilin meditasi,” papar Yulianah.
Dapat penghargaan UMKM keberlanjutan

Dari ikhtiar Jakarta Candle memakai bahan organik, mereka pun diganjar penghargaan sebagai Juara 2 Pemenang UMKM Empowerment dalam Indonesia Suistanable Procurement Expo (ISPE) 2025.
“Suistainability-nya sih mereka bilang karena kita pakai bahan organik dan masih bertahan gitu kan, berarti sudah 14 tahun,” ujar dia.
Awalnya, Jakarta Candle juga memakai parafin dan itu merupakan bahan import. Namun, mereka menerima banyak masukan konsumen untuk memakai bahan organik dan lalu berubah sampai sekarang.
“Kalau lilin parafin kan dari minyak bumi ya, lebih karbon, lebih kimiawi. Kalau yang organik kan nabati, dari sisi kesehatan juga lebih sehat dan orang-orang luar negeri juga lebih concerned,” jelasnya.
Yulianah dan suaminya masih memakai parafin yang dicampur dengan bees wax hanya untuk jenis taper candle yang ramping dan panjang. Menurut dia, konsumen cukup teredukasi untuk membeli lilin organik.
Yulianah bilang lilin hias ada begitu banyak gaya dan modelnya. Ada yang dengan bunga, ada yang adu kuat parfum dll. Jakarta Candle memilih untuk menjadi yang natural.
Jakarta Candle juga berkolaborasi dengan perajin UMKM lain untuk wadah lilinnya. Misalnya kayu dari perajin Bojonegoro, gerabah dari Purwakarta dan candle holder dari Citeureup, Kabupaten Bogor.
Sisi lain dari suistainability ini adalah pemberdayaan masyarakat sekitar. Jakarta Candle punya 5 pegawai tetap yang awalnya pemuda nongkrong di kampung. Jika sedang ramai order, Jakarta Candle pun mengerahkan ibu-ibu komplek untuk membantu mereka.
“Saya ambil warga sekitar, anak-anak yang memang butuh pekerjaan. Pokoknya perjuangan banget sampai akhirnya mereka dapat manfaatnya. Oh iya, bagaimana lagi mereka bisa kerja dengan penghasilan segini,” kata Yulianah.
Laku sampai ke luar negeri

Karena memakai bahan-bahan organik, lilin hias Jakarta Candle laku dibeli orang dari luar negeri. Mereka lebih peduli dengan produk-produk organik dan ramah lingkungan. Sehingga, produk Jakarta Candle dianggap cocok untuk mereka.
Jakarta Candle sudah punya pembeli tetap dari Malaysia, Singapura dan Australia. Lilin-lilin mereka disukai pelaku usaha florist, usaha dekorasi pernikahan termasuk pernikahan di luar negeri dan kelas-kelas meditasi. Omzet tertinggi mereka pernah mencapai Rp 700 juta setahun.
“Kalau sample sih sudah dibawa sampai Dubai, tapi kalau pembelian sudah sampai Malaysia, Australia, Singapura,” ujar Yulianah.
Yulianah mengatakan Jakarta Candle belajar mengeskpor barang dari hasil berkomunikasi dengan para pembelinya. Mereka memberikan saran perusahaan ekspedisi mana yang baik untuk mengirim barang sampai ke luar negeri.
Produk termurah mereka adalah lilin dengan wadah gelas sloki harganya Rp 15.000 dan taper candle yang panjang Rp 26.000. Yang paling mahal adalah lilin dalam gerabah besar yang harganya Rp 1 jutaan untuk dijual ke pasar Eropa dengan calon pembeli dari Belanda.
UMKM unggulan di mata BRI

Kesuksesan Jakarta Candle rupanya tidak terlepas dari proses pembinaan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI). detikFinance pun berbincang dengan Pimpinan Cabang BRI Cibinong, Ivam Abdul Latif. Ivam mengatakan Jakarta Candle adalah 1 dari 3 UMKM unggulan binaan BRI di Kabupaten Bogor yang dikirim ke BRI UMKM EXPO(RT) 2025 lalu.
“Jadi BRI lebih melihat usaha-usaha yang memberdayakan masyarakat, kayak Jakarta Candle ini kan. Tenaga kerjanya kan banyak tuh,” kata Ivam di kantornya.
Terkait Jakarta Candle Ivam menjelaskan mereka awalnya sendirian membuat lilin. Mereka dimodali BRI untuk beli bahan baku dan perlu tambahan tenaga kerja. Produknya bagus dan usaha berkembang, lalu perlu tambahan modal lagi dan tambahan tenaga kerja lagi
“Akhirnya sekampung bisa ikut kerja kan. Nah itulah kenapa dijadikan unggulan,” kata Ivam.
BRI dalam membantu UMKM kata Ivam tidak ada batas selesainya, meskipun misalnya Jakarta Candle sudah berhasil mengekspor barang keluar negeri. Harapannya kata Ivam, UMKM tersebut dalam mengembangkan usahanya selalu bersama BRI.
UMKM yang bisa naik kelas sampai menembus pasar dunia, menjadi salah satu misi dari BRI. Hal itu seperti yang disampaikan Direktur Utama BRI Sunarso dalam keterangan resmi yang diterima detikINET. Lewat berbagai inisiatif seperti Rumah BUMN, BRIncubator, Growpreneur by BRI, Pengusaha Muda Brilian sampai BRI UMKM EXPO(RT) 2025, BRI ingin membuka akses bagi UMKM ke pasar global.
“Kami percaya, dengan memperluas akses pasar global bagi UMKM, kita akan menciptakan surplus neraca jam kerja yang memberikan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia,” ujarnya.