Banjir bandang Bali, Menteri Lingkungan ungkap hutan tinggal 3% dan drainase penuh sampah

JAKARTA: Pemerintah Provinsi Bali mencabut status tanggap darurat bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah pada 9–10 September lalu.
Status darurat dicabut per Rabu (17/9) setelah kondisi dinilai membaik.
Kepala Pelaksana BPBD Bali, I Gede Agung Teja Bhusana Yadnya, menjelaskan bahwa status darurat yang semula ditetapkan sepekan sebenarnya bisa diperpanjang. Namun Gubernur Bali Wayan Koster mengarahkan agar status tersebut tidak diperpanjang karena situasi di lapangan sudah terkendali.
Selama sepekan masa tanggap darurat, tim SAR gabungan mengevakuasi 18 jenazah korban banjir besar di Denpasar, Jembrana, dan Gianyar.
Hingga status dicabut, masih ada tiga korban hilang di Kabupaten Badung yang terus dicari, sementara satu korban hilang di Denpasar pencariannya sudah dihentikan.
HILANGNYA HUTAN BALI
Bencana banjir yang menelan banyak korban jiwa ini disebut dipicu minimnya tutupan hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ayung serta buruknya pengelolaan sampah.
DAS Ayung yang membentang 49.500 hektare menaungi sejumlah aliran sungai penting seperti Tukad Badung, Tukad Mati, dan Tukad Singapadu.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyoroti kondisi kritis tutupan hutan di kawasan tersebut. Kini hanya sekitar 1.500 hektare yang masih berupa hutan.
“Hanya 3 persen,” ungkapnya dalam acara kumparan Green Initiative di Jakarta Pusat, Kamis (18/9) dilansir dari Kumparan.
Hanif menambahkan, kawasan hilir DAS Ayung di Denpasar, Badung, dan Gianyar semakin padat oleh aktivitas pariwisata.
“Penduduknya tidak banyak, tetapi turisnya sangat banyak,” bebernya.
Selain deforestasi, timbunan sampah juga memperparah banjir. Hanif mengungkap hasil pengawasan dua hingga tiga bulan terakhir menunjukkan pengelolaan sampah di tingkat kabupaten/kota, termasuk di Bali, masih di bawah 15 persen.
“Semua selokan, drainase, dan sungai-sungainya tertutup sampah,” jelasnya.
Indonesia, kata Hanif, memproduksi sekitar 143.000 ton sampah per hari, namun hanya sebagian kecil yang berhasil dikelola. Sebagian besar menumpuk di tempat pembuangan akhir atau terbawa aliran sungai.
Kondisi semakin sulit karena porsi sampah makanan (food waste) mencapai 40–50 persen dari total produksi sampah. Hal ini membuat pengolahan lebih rumit dan membutuhkan perubahan perilaku konsumsi masyarakat, di samping solusi teknologi.
Meski status tanggap darurat banjir dicabut, BPBD Bali mengimbau warga tetap siaga.
sumber : https://www.cna.id/indonesia/banjir-bandang-bali-menteri-lingkungan-ungkap-hutan-tinggal-3-dan-drainase-penuh-sampah-38226