Gerhana Bulan “Blood Moon” 7–8 September 2025, Begini Cara Menyaksikannya

Minggu malam (7/9/2025) ini langit Indonesia berpeluang menampilkan fenomena gerhana bulan total atau yang populer disebut “blood moon”.
Peristiwa itu berlangsung pada rentang malam Minggu (7/9/2025) hingga dini hari Senin (8/9/2025) dan dapat disaksikan dari seluruh wilayah Indonesia bila kondisi cuaca mendukung.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui Direktur Seismologi Teknik, Geofisika Potensial, dan Tanda Waktu Setyoajie Prayoedhie menjelaskan bahwa durasi keseluruhan gerhana, dari fase penumbra awal hingga penumbra akhir, sekitar 5 jam 29 menit 48 detik.
Saat Bulan benar-benar berada dalam bayangan inti (umbra) dan berubah warna kemerahan, fase total diperkirakan berlangsung sekitar 1 jam 22 menit.
BMKG menekankan fenomena ini dapat dinikmati publik asalkan langit cerah.
Untuk pengamat di Jakarta (WIB) BMKG dan perhitungan astronomi internasional mencatat fase-fase utama berlangsung kira-kira sebagai berikut
- Gerhana penumbra mulai sekitar pukul 22.26–22.28,
- Gerhana sebagian mulai memasuki umbra sekitar pukul 23.26–23.27,
- Fase total diperkirakan dimulai sekitar 00.30
- Mencapai puncak pada sekitar 01.11 WIB,
- Seluruh rangkaian gerhana diperkirakan selesai menjelang pukul 03.55–03.56 WIB.
Perhitungan serupa, yang disusun oleh lembaga internasional, menegaskan bahwa hampir seluruh Indonesia berada di wilayah pengamatan dengan perbedaan hitungan beberapa menit muncul karena perbedaan lokasi dan metode perhitungan.
Masyarakat disarankan mengikuti jadwal resmi lokal BMKG untuk lokasi masing-masing.
Mengapa Bulan Tampak Merah?
Warna kemerahan pada puncak gerhana bukan akibat perubahan fisik pada Bulan, melainkan akibat hamburan cahaya Matahari oleh atmosfer Bumi (Rayleigh scattering).
Sinar matahari yang melewati lapisan atmosfer dibelokkan ke dalam bayangan Bumi.
Gelombang panjang (merah) lebih banyak menembus sehingga yang sampai ke permukaan Bulan dominan bernuansa kemerahan.
Penjelasan ilmiah dan panduan umum tentang gerhana bulan tersedia dari lembaga antariksa internasional yang menjelaskan bahwa fenomena ini aman disaksikan tanpa alat pelindung khusus.
Berbeda dengan gerhana matahari, pengamatan gerhana bulan dapat dilakukan dengan mata telanjang.
Agar pengalaman mengamati lebih optimal, BMKG dan komunitas astronomi merekomendasikan memilih lokasi dengan cakrawala yang bersih dari bangunan tinggi dan polusi cahaya, serta menyiapkan teropong atau teleskop sederhana bila tersedia untuk melihat detail permukaan Bulan.
Bagi yang ingin memotret, kamera dengan lensa tele dan tripod akan membantu memperoleh gambar lebih tajam selama fase total; pengaturan eksposur yang panjang (long exposure) dan variasi iso/aperture diperlukan sesuai kondisi.
BMKG juga mengumumkan sejumlah titik pengamatan publik yang dibuka untuk umum, termasuk kantor BMKG Jakarta dan beberapa stasiun meteorologi yang mengadakan kegiatan pengamatan bersama.
Periksa informasi lokasi dan jadwal pengamatan resmi BMKG setempat sebelum berangkat.
Dalam beberapa hari terakhir, BMKG turut aktif menangkal informasi keliru seputar gerhana, termasuk klaim bahwa gerhana bulan dapat memicu gempa.
Pernyataan resmi BMKG menegaskan tidak ada korelasi kausal antara gerhana dan aktivitas kegempaan; gempa di Indonesia umumnya dipicu oleh proses tektonik dan vulkanik yang berbeda mekanismenya.
Masyarakat diimbau mengandalkan keterangan resmi dari lembaga ilmiah untuk menghindari disinformasi.
Fenomena gerhana bulan total kali ini merupakan kesempatan langka untuk menyaksikan salah satu pertunjukan alam yang paling dramatis di langit malam.
Dengan persiapan lokasi pengamatan, pengecekan prakiraan cuaca setempat, dan pengetahuan dasar tentang tahapan gerhana, masyarakat bisa menikmati pemandangan “bulan berdarah” yang akan melintas pada Minggu malam hingga Senin dini hari ini.
Lembaga pemerhati langit dan BMKG akan menyediakan siaran langsung dan kegiatan pengamatan bagi publik; pantau kanal resmi BMKG dan planetarium setempat untuk informasi dan pembaruan.